LiteraSIP

14 Mei 2023

Surat Untuk Penulis

Oleh : Joe Hasan*

 

 

Aku melihat postingannya di instagram. Penulis yang sudah kukenal sejak 6 tahun silam. Tentu saja dia tidak mengenalku. Dia penulis besar. Namanya dikenal banyak orang. Dalam postingannya yang tidak sengaja kulihat itu memperlihatkan sebuah surat. Dia begitu bahagia mendapat surat dari seseorang. Dan itu merupakan hal yang spesial untuk dia. Aku pikir juga begitu. Di zaman yang serba gampang ini, semua hal bisa di lakukan dengan mudah dan cepat. Tinggal klik! Klik! Klik! Dengan sentuhan jempol di layar ponsel.

Namun masih ada seseorang yang menggunakan surat untuk menyapa seseorang. Mengirimnya lewat pos. Aku mengamati sedikit. Tulisan orang itu bagus. Mungkin dia guru. Terkaku. tiba-tiba aku merasa iri. Pengagum rahasia itu berhasil jadi spesial. Aku pun ingin. Aku tak bisa menolak jari-jari nakalku untuk memberi komentar.

“Waduh. Aku merasa tersaingi.” Tidak menunggu beberapa menit. Penulis itu membalas komentarku. “Jangan-jangan ini kamu pengirimnya.”

Akan kugambarkan bagaimana perasaanku saat itu. Terharu, senang, bahagia, jingkrak-jingkrak diatas sofa. Lalu masuk ke kamar. Lompat-lompat lagi. Tidak puas, kulihat lagi balasan itu. Dan aku lompat kegirangan lagi. Lalu kubalas.

“Bukan, Bang. Tapi kalau dengan cara ini bisa menjadi spesial, aku juga mau mencobanya. Sekalian ingin memperlihatkan beberapa buku karya Abang yang sudah aku koleksi.” Kata-kataku keluar begitu saja. Tentu menunggu balasannya lagi. Sore itu menjadi sore terindah untukku. Aku sudah lama mem-follow instagramnya tapi tak pernah memberikan komentar. Hanya like. Andai aku tahu akan seperti ini responnya, sudah sejak dulu aku komentari setiap postingannya.

“Hasyek. Ditoenggoe.” Balasnya dengan ejaan lama. Tak lupa dia memberi emotikon tersenyum.

Jantungku berdegup kencang. Saat itu aku menyadari sesuatu. Bukan hanya jatuh cinta saja yang bikin jantung berdegup kencang tak beraturan. Bukan juga hanya jatuh temponya pembayaran hutang tapi belum ada uang, namun saat komentar dibalas baik oleh sang idola pun jantung akan berdegup kencang. Lebih kencang dari apapun. Entah ini serius atau hanya bercanda. Tapi aku merasa tertantang untuk melakukannya. Mengiriminya surat. Zaman sekarang memang tak perlu susah mencari alamat seseorang. Tinggal melihat instagramnya, maka 50% tentang dirinya akan kita ketahui dengan cepat.

Sore itu gairah menulis surat untuk sang idola meluap-luap.

Kuceritakan bagaimana awal aku mengenalnya. Aku mengenalnya lewat buku karyanya yang terbit awal tahun 2014 yang entah sudah karya ke berapa. Aku ingat dalam buku itu ada kata-kata yang tak bisa kulupakan. Kurang lebih seperti ini: Sukses yang sesungguhnya adalah menjadi orang baik. Dan dalam biodatanya ia menulis bahwa ia adalah salah satu penulis yang dalam bukunya tidak pernah memakai kata aku melainkan saya. Mungkin juga ia adalah satu-satunya. Penulis itu lumayan tampan. Asal dari Sumatera. Beberapa novelnya sudah difilmkan.

Nah di sini letak salahku. Aku mengaku sebagai idolanya tapi belum pernah nonton film karyanya. Buku karyanya juga belum aku miliki semua. Hanya beberapa.  Tapi aku tetap mengidolakannya. Aku bisa menonton dan membaca karyanya nanti-nanti.

Saat itu aku segera menulis surat. Namun tak tahu bagaimana harus mengawalinya.

Dear penulis idamanku.., ah, aku mencoretnya. Kedengarannya terlalu lebai. Teruntuk kang Denny. Ah, coret lagi. Memangnya siapa diriku berani-beraninya langsung menyebut namanya. Sebagian hatiku melawan. Loh, gak papa, kan idola. Sebagian hatiku lagi melawan. Jangan, apa kamu mau dia tidak merespon suratmu nantinya? Gunakan kalimat yang sopan. Itu kalimat sopan. Jangan terlalu banyak pikir. Yang penting suratmu sampai ke sana.

Pikiran kanan dan kiriku bertengkar sendiri. Sementara tanganku tak juga bergerak menuliskan sesuatu. Jariku hanya berpatung. Rupanya sekadar menulis surat satu halaman saja tidak mudah. Entah apa yang ada dalam otakku ini.

Aku mulai memikirkan kata-kata. Perlahan tapi pasti. Satu demi satu kata mulai tertata. Tidak banyak. Tapi sungguh menguras pikiran. Maka jadilah surat itu. Namun bukan berupa paragraf. Melainkan puisi. Puisi sebanyak dua bait. Bait pertamanya ada lebih dari sepuluh baris. Bait berikutnya hanya lima baris. Aku terbiasa membuat puisi seperti itu. Bebas saja, bukan! Puisi itu berjudul “Surat untuk Penulis”. Aku belum bisa menuliskan banyak kata. Aku berpikir kemudian (hidup ini memang penuh dengan berpikir, kawan) tidak mungkin aku hanya mengirim satu buah puisi ini pada penulis idolaku.

Nantilah kapan-kapan kalau surat yang aku niatkan itu sudah selesai baru aku kirim. Aku masih perlu memikirkan kata-kata yang cocok untuknya. Lagi pula rasa kagumku padanya tidak akan berkurang hanya dengan tidak jadi mengirim surat untuknya. Aku beralih haluan. Puisi itu aku kirim ke media massa bersama koleksi puisiku yang lain.

Satu bulan berlalu, surat yang kuniatkan tak juga bisa terselesaikan. Tapi aku dapat kabar gembira. Kabar gembira dari media cetak yang bulan lalu menerima kiriman puisiku berjudul “Surat untuk Penulis”. Puisi itu dimuat pada hari Jumat. Aku jingkrak-jingkrak kegirangan. Tak disangka tulisan ringan itu akan masuk media nasional berhonor dua ratus ribu.

Malamnya aku bagikan kegiranganku dengan penulis dari Sumatera itu. Dengan sedikit ucapan terima kasih karena telah memposting sesuatu yang menjadi sumber inspirasiku hingga bisa menghasilkan karya meski cuma satu. Ternyata dibalas

Wihh, ketje!! Yang dibaca “kece”. Artinya keren. Aku tahu dia memujiku. Ini sungguh kesenangan yang luar biasa. Hingga hari ini surat itu tidak terselesaikan. maka secara tidak sengaja kupersembahkan puisi itu untuk penulis idamanku. Mungkin itulah surat untuknya. Aku bisa saja mengatakannya begitu, bukan?

Bahwa surat juga bisa menjelma puisi kapan saja. Hari ini puisi, besok-besok mungkin akan ada cerita pendek lahir dari tanganku setelah melihat lagi postingan-postingannya di instagram.

(Baubau, Maret 2021)

 

==

*Joe Hasan, lahir di Ambon pada 22 Februari. Tulisannya pernah dimuat di Rakyat Sultra, Lampung Post, Banjarmasin Post, Bangka Pos, Magrib.id, ideide.id, Kedaulatan Rakyat, Merapi, Minggu Pagi, Ceritanet.com, Sastramedia.com, Haluan, Majalah Edukator, Jurnal Sastra Santarang, dll. IG : @joehasan_.

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *