LiteraSIP

24 Maret 2024

Puisi-Puisi Ngadi Nugroho

Oleh Ngadi Nugroho

 

 

Jalanmu

Bolehkah aku pinjam detak jantungmu untuk kuselipkan di antara detak jantungku agar aku merasakan batu-batu yang berserak di jalanmu?

Dan batu itupun akhirnya aku tahu letaknya. Di sisi kiri dadamu yang pernah berlubang hingga meninggalkan bekas luka itu.

Walau ruang adalah sekat waktu. Maka buatlah satu lubang kenangan yang tak hanya menerbitkan mata air–air mata. Agar rindu tetap mengalir di riuh ingatanmu.

Jalan tak mungkin sama. Hanya saja mungkin saling berdampingan. Hingga ke dua tangan kita, kiri & kanan saling bergandengan.

2024

 

Puisiku Apakah Bisa Menyentuh Tuhan yang Jauh

Puisiku ini hanyalah kata-kata yang kusejajarkan. Seperti dua belah lengan yang memeluk kesepianmu. Atau seperti langkah kakimu yang lain. Yang berjingkat-jingkat mengintip senja. Aku tak tahu mengapa kau suka dengan senja. Bukankah senja hanya sebentar? Tapi “aku tetap suka” katamu. Dan mungkin puisiku seperti cahaya senja yang lain di matamu–mungkin. Kadang kala, aku pun tak tahu sebenarnya.

Puisiku ini seperti kata-kata yang berloncatan seperti katak-katak tengah berlarian dan bernyanyi di musim hujan. Aku ingat engkau tersenyum ketika membuka jendela kamarmu dan di luar; titik-titik hujan jatuh tempias. Persis menyentuh kaca jendela di depan matamu. Dan kau tuliskan satu kata di jendela berembun itu–rindu. Kau baca berulang kali seperti sebuah puisi yang tertanam lekat di ingatanmu.

Tapi puisiku mungkinkah bisa menyentuh Tuhan yang jauh? Seperti menyentuh hatimu.

Seperti tulisanmu di kaca berembun itu. Dan dibaca Tuhan walau sekali, seperti engkau yang tengah membaca puisiku ini.

2024

 

Dendam

Apakah kenangan selalu kauletupkan di atas kepalamu? Seperti awan hitam yang tiba-tiba pecah menyelubungi otakmu, menggambar pisau dengan kilat menggetarkan jalanmu.

Kadang kenangan itu kulihat seperti gelombang yang menggulung tubuhmu untuk hanyut dan karam. Tak pernah kutemukan satupun serpihannya dibawa kembali menepi. Kau pun selalu memainkan lehermu untuk selalu menengok ke belakang dengan gerincingkan dendam.

Aku lihat senja warnanya sama dengan dadamu–merah sumba. Yang kadang turun di pukul 18:00. Menjadi sedikit kelam–hitam, lalu benar-benar hitam–malam. Setelah itu kau membakar tubuh-tubuh kami dengan ceritamu. Ketika jendela dan pintu di lengan-lengan kami terbuka untuk dadamu.

2024

 

Batu

Batu tak akan pernah mendengar suara rintik hujan. Dia hanya mengeras dan diam. Tak ada yang ditetaskannya selain kesunyian. Sepi diakrabi menjadi teman sejati. Tugur sendiri di antara kecipak ikan. Tiba-tiba pecah, terkikis dan hilang.

2024

 

===

Ngadi Nugroho. Lahir di Semarang 28 Juni. Beberapa kali puisi/sajaknya tayang di koran, jurnal, majalah dan media online. Menetap di Kota Kaliwungu. Walau terkadang masih beraktivitas di Kota Semarang.

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *